Sabtu, 26 Januari 2013

EKSISTENSI INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

Latar Belakang

            Jauh sebelum masa kemerdekaan, Indonesia ternyata sudah dikenal dunia sebagai sebagai Bangsa yang memiliki Peradaban maritim maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan pada awal abad ke-9 Masehi. Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mamapu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.

            Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia, maupun di seluruh dunia. Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya. Tidak hanya itu, Ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.

            Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China. Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial. Tentu saja, Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwasannya Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.

            Fakta sejarah lain yang menandakan bahwa Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa Maritim dan tidak bisa dipungkiri, yakni dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah dibeberapa belahan pulau. Penemuansitus prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar.

            Namun, ironisnya dalam perjalanan kedepan bangsa Indonesia, Visi mritim Indonesia seperti jauh ditenggelamkan. Pasalnya, sejak masa kolonial Belanda abad ke -18, masyarakat Indonesia mulai dibatasi untuk berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda, padahal sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan maritim nusantara, seperti Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara, dan peletak dasar kemaritiman Ammana Gappa di Sulawesi Selatan.  Belum lagi, pengikisan semangat maritim Bangsa ini dengan menggenjot masyarakat untuk melakukan aktivitas agraris demi kepentingan kaum kolonialis semata. Akibatnya, budaya maritim bangsa Indonesia memasuki masa suram. Kondisi ini kemudian berlanjut dengan minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untuk membangun kembali Indonesia sebagai bangsa maritim. Akibatnya, dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat kurangnya investasi.

            Patut disadari, bahwa kejayaan para pendahulu negeri ini dikarenakan kemampuan mereka membaca potensi yang mereka miliki. Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa negara ini disegani oleh negara-negara lain. Maka, sudah saatnya, bagi kita yang sudah tertinggal jauh dengan negara lainnya, untuk kembali menyadari dan membaca ulang narasi besar maritim Indonesia yang pernah diikrarkan dalam Unclos 1982. Didalamnya banyak termaktub peluang besar Indonesia sebagai negara kepulauan. Namun, lagi-lagi lemahnya perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap kemaritiman yang didalamnya mencakup, keluatan, Pesisir, dan perikanan, maka beberapa kerugian yang didapatkan. Seperti lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002 dengan alasan “ineffective occupation” atau wilayah yang diterlantarkan.

            Minimnya keberpihakan kepada sektor maritim (maritime policy) salah satunya menyebabkan masih semrawutnya penataan selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa; hal lainnya adalah pelabuhan dalam negeri belum menjadi international hub port, ZEE yang masih terlantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas, serta makin maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan semakin meningkatnya penyelundupan di perairan Indonesia. Padahal, sejatinya posisi strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam tiga aspek, yaitu; alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik.

            Terkait dengan visi pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata, tentunya, seiring dengan tujuan tersebut, maka dibutuhkan kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus senantiasa ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dicapai. Karena, pemanfaatan potensi sumber daya nasional secara berlebihan dan tak terkendali dapat merusak atau mempercepat berkurangnya sumber daya nasional.

            Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin besar mengakibatkan sektor laut dan pesisir menjadi sangat penting bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan proporsional serta senantiasa diarahkan pada kepentingan asasi bangsa Indonesia. Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia.

Oleh karena itu, sebagai suatu langkah yang konkrit, dibutuhkan semangat yang konsisten dan kerja-kerja nyata demi mengembalikan kejayaan maritim bangsa Indonesia. Tentunya, juga diperlukan suatu gerakan moral untuk terus mengumandangkan semangat maritim ini pada semua lapisan masyarakat Indonesia untuk kembali menyadari keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sebuah gerakan yang berintegritas tinggi UNTUK MENGEMBALIKAN KEJAYAAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM TERBESAR DI DUNIA. Tentunya Mengembalikan semangat maritim itu tidak mudah, diperlukan upaya yang serius dari semua elemen bangsa. Namun, bukan mustahil jika Indonesia Maritime Institute, akan menjadi pelopor dari gerakan mengembalikan sejarah keemasan Indonesia sebagai bangsa yang ber-Visi maritim. Karena harus disadari, bagaimanapun gagasan ini lahir dari sebuah realita kehidupan masyarakat Indonesia yang sebenarnya lebih banyak bersentuhan langsung dengan dunia maritim. Mereka hidup dan beninteraksi langsung dengan kekayaan sumberdaya laut yang begitu besar. Tapi tragis, sekian lama kehidupan mereka sangat memprihatinkan. Dari generasi ke generasi mereka selalu mendapat predikat masyarakat miskin. Inilah potret masyarakat maritim yang seharunya menjadi garda terdepan pembangunan nasional Indonesia yang secara de fakto berada pada suatu wilayah dengan luas lautan 75 persen dari luas wilayahnya dan merupakan negara kepualaun terbesar di dunia.

            Disamping itu, keterpurukan bangsa Indonesia yang mulai dirasakan sekarang ini karena kebijakan pembangunan nasional yang sekian tahun berorintasi ke continental based, padahal potensi dan realita sebagai Negara Kepulauan harusnya visi maritime menjadi landasan utama dalam menetukan arah kebijakan pembangunan nasional.


 

Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan

            Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan terbesar didunia, antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, tapi bukanlah menjadi penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang menjelajahi untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada zaman bahari telah sampai ke Mandagaskar. Bukti dari berita itu sendiri adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tipe jukung yang sama yang digunakan oleh orang-orang Kalimantan untuk berlayar “Fantastis”. Pada zaman bahari telah menjadi Trade Mark bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Indonesia merupakan negara maritim yang mempunyai banyak pulau, luasnya laut menjadi modal utama untuk membangun bangsa ini. Indonesia adalah “Negara kepulauan”, Indonesia adalah “Nusantara”, Indonesia adalah “Negara Maritim” dan Indonesia adalah “Bangsa Bahari”,”Berjiwa Bahari” serta “Nenek Moyangku Orang Pelaut” bukan hanya merupakan slogan belaka,
Laut dijadikan ladang mata pencaharian, laut juga dijadikan sebagai tempat menggalang kekuatan, mempunyai armada laut yang kuat berarti bisa mempertahankan kerajaan dari serangan luar. Memang, laut dalam hal ini menjadi suatu yang sangat penting sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang. Dengan mengoptimalkan potensi laut menjadikan bangsa Indonesia maju karena Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan laut. Laut akan memberikan manfaat yang sangat vital bagi pertumbuham dan perkembangan perekonomian Indonesia atau perdaganagan pada khususnya.

            Melihat bagaimana kejayaan masa lampau diperoleh karena mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana dalam suksesnya perekonomian dan ketahanan politik suatu negara, maka menjadi suatu hal yang wajar bila sekarang ini Indonesia harus lebih mengembangkan laut demi tercapianya tujuan nasional. Indonesia menyandang predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan,

            Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah pada terwujudnya aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan senantiasa dilandasi oleh aktivitas pelayaran. Pentingnya pelayaran bagi Indonesia tentunya disebabkan oleh keadaan geografisnya, posisi Indonesia yang strategis berada dalam jalur persilangan dunia, membuat Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan laut. Laut akan memberikan manfaat yang sangat vital bagi pertumbuham dan perkembangan perekonomian Indonesia atau perdaganagan pada khususnya.

 

 

Perkembangan Wilayah Administrasi Indonesia

Pada awalnya berdiri negara kesatuan Republik Indonesia terdiri atas 8 provinsi yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 19 Agustus 1945 yaitu sebagai berikut:
            1. Sumatra
            2. Jawa Barat
            3. Jawa Tengah
            4. Jawa Timur
            5. Sunda Kecil (kepulauan Nusa Tenggara)
            6. Kalimantan
            7. Sulawesi
            8. Maluku
Pada tahun 1950, provinsi di Indonesia jumlahnya 11. Hasil pemekaran dari Provinsi Sumatra yaitu Provinsi Sumatra Utara, Sumatra Tengah dan Sumatra Selatan. Provinsi Jawa Tengah dimekarkan menjadi Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Perkembangan jumlah provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut :
            • Pada tahun 1956, jumlah provinsi di Indonesia adalah 15 provinsi.
            • Pada tahun 1957,jumlah provinsi di Indonesia ada17 provinsi.
            • Pada tahun 1958, provinsi di Indonesia berjumlah 20 provinsi.
            • Pada tahun 1959, provinsi di Indonesia berjumlah 20 provinsi.
            • Pada tahun 1960, provinsi di Indonesia berjumlah 21 provinsi.
            • Pada tahun 1967, provinsi di Indonesia berjumlah 25 provinsi.
            • Pada tahun 1969, provinsi di Indonesia berjumlah 26 provinsi.
            • Pada tahun 1976 , Timor Timur bergabung dengan Indonesia dan menjadi provinsi  ke 27.
            • Pada tahun 1999, Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia dan Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.
            • Pada tahun 2000, Provinsi di Indonesia berjumlah 32 provinsi.
            • Pada tahun 2002,Provinsi di Indonesia berjumlah 33 provinsi.
            • Pada tahun 2004,Provinsi di Indonesia berjumlah 33 provinsi.
Wilayah Laut Indonesia
            Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah lautan yang cukup luas. Wilayah daratannya terdiri dari beribu-ribu pulau. Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia, dengan ribuan pulau yang tersebar di khatulistiwa terletak pada posisi silang yang sangat strategis, yang berada di Benua Asia dan Australia serta Samudra Hindia dan Pasifik. Wilayah Indonesia pada saat proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 masih mengikuti Territoriale Zee en Maritieme Ordonantie tahun 1939. Lebar laut wilayah Indonesia 3 mil diukur dari garis air terendah dari masing-masing pantai pulau Indonesia, penetapan tersebut tidak menjamin kesatuan wilayah NKRI. Hal ini lebih terasa lagi bila dihadapkan pada pergolakan-pergolakan dalam negeri pada saat itu. Mengingat keadaan lingkungan alamnya, persatuan bangsa dan kesatuan wilayah negara menjadi tuntunan utama bagi terwujudnya kemakmuran dan keamanan. Atas pertimbangan tersebut, maka dikeluarkan Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa letak geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil dengan sifat dan corak tersendiri. Deklarasi tersebut juga menyatakan bahwa demi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan negara yang ada di dalamnya, pulau-pulau serta laut yang ada harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang ditetepkan UU No:4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
            Sejak tahun 1960 luas wilayah berubah dari + 2 juta km2 menjadi + 5 juta km2, dengan 65 % wilayahnya terdiri atas laut atau perairan. Perairan laut Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional di Jamaika tahun 1982 dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Batas laut teritorial yaitu 12 mil dari titik terluar sebuah pulau ke laut bebas,. Berdasarkan batas tersebut, negara Indonesia memiliki kedaulatan atas air, bawah laut, dasar laut, dan udara di sekitarnya termasuk kekayaan alam di dalamnya.
2. Batas landas kontinen sebuah negara paling jauh 200 mil dari garis dasar ke laut bebas dengan kedalaman tidak lebih dari 200 meter. Ladas kontinen adalah dasar laut dari arah pantai ke tengah laut dengan kedalaman tidak lebih dari 200 meter.
3. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ditarik dari titik terluar pantai sebuah pulau sejauh 200 mil. Dengan bertambahnya luas perairan Indonesia, maka kekayaan alam yang terkandug di dalamnya bertambah pula. Oleh karena itu, Indonesia bertanggung jawab untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam dari kerusakan.
Peta Wilayah Laut Indonesia Berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional di Jamaika tahun 1982 perairan laut teritorial Indonesia terdiri atas tiga bagian yaitu laut teritorial, batas landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Selain ketiga wilayah perairan laut masih ada wilayah ini berbeda di dalam dan di antara Kepulauan Indonesia. Contoh wilayah perairan ini misalnya Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Makasar, dan Laut Banda.
Untuk kepentingan persahabatan antar negara maka dlam konvensi Hukum Laut Internasional ditetapkan adanya lintas damai melalui laut teritorial. Yang dimaksud lintas damai adalah jalur wilayah laut teritorial yang boleh digunakan oleh pihak asing sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban, dan keamanan negara yang berdaulat.
Laut selain berfungsi sebagai penghubung wilayah satu dengan yang lain dalam memperlancar hubungan transportasi, juga kekayaan yang terkandung di dalamnya sangat menopang kehidupan rakyat. Potensi yang ada di laut dapat menimbulkan masalah apabila pengelolaannya tanpa memperhatikan lingkungan.
Untuk mencegah kerusakan lingkungan laut maka beberapa usaha yang dapat dilakukan adalah :
            1. Membatasi penggunaan beberapa macam alat penangkapan ikan.
            2. Alat penangkap ikan berupa pukat harimau dilarang guna melindungi berbagai ikan tertentu.
            3. memperhatikan daerah, jalur, dan musim penangkapan.
            4. Mencegah pencemaran dan kerusakan, melakukan rehabilitasi, dan budidaya sumber daya ikan.
            5. Membatasi daerah penangkapan.
            6. Pengelolaan sumber daya alam dengan pendekatan lingkungan. Sumber daya alam harus digunakan secara nasional, tidak merusak lingkungan hidup, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh, dan memperhatikan generasi yang akan datang.
            7. Membuat undang-undang untuk melindungi penyu dan melindungi pantai tempat penyu bertelur.
            8. Mengeluarkan PP No. 17 tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di daerah lepas pantai untuk menjaga terpeliharanya lingkungan laut.


            [1]Bentuk dan susunan Undang - Undang No. 4 Prp., tahun 1960 sangat sederhana dan hanya terdiri dari empat buah pasal. Undang - Undang ini pada hakekatnya merobah cara penetapan laut wilayah Indonesia dari suatu cara penetapan laut wilayah selebar 4 mil diukur dari garis pasang surut atau garis air rendah (low-water line) menjadi laut wilayah selebar 12 mil diukur dari garis pangkal lurus yang ditarik dari ujung ke ujung. Seluruhnya ada 200 titik pangkal yang dihubungkan oleh 196 buah garis pangkal lurus (straight base lines) dengan jumlah panjang seluruhnya sebesar 8.069,8 mil laut.

Penarikan garis - garis pangkal lurus dari ujung ke ujung dari pulau - pulau terluar nusantara ini mempunyai dua akibat :

Jalur laut wilayah yang terjadi karenanya melingkari kepulauan

Perairan yang terletak pada sebelah dalam garis pangkal berobah statusnya dari laut wilayah atau laut lepas (high seas) menjadi perairan pedalaman. Agar supaya perobahan status ini tidak mengganggu hak lalu lintas kapal asing yang telah ada sebelum cara penetapan batas laut wilayah. Maka Pasal 3 menyatakan bahwa perairan pedalaman tadi terbuka bagi lalu lintas damai kendaraan air asing. Secara teknis hukum atau perundang - undangan perobahan yang diadakan dengan pasal 1 Undang - Undang No. 4 PrP., tahun 1960 ini sebenarnya tidak seberapa yaitu hanya merobah Pasal 1 ayat angka 1 sampai dengan 4 dari "Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939", (Staatsblad 1939 No. 442) saja. Tetapi perobahan yang diakibatkannya pada struktur dan luas wilayah yang jatuh dibawah kedaulatan negara Indonesia sangat besar. Menurut perhitungan yang kasar cara penetapan batas perairan Indonesia cara diatas, menjadikan luas wilayah negara Indonesia yang tadinya 2,027,087 Km (daratan) menjadi kurang lebih 5,193,250 Km (darat dan laut). Jadi suatu penambahan wilayah berupa perairan nasional (laut) sebesar kurang lebih 3,166,163 Km.

Azas Nusantara (azas negara kepulauan Indonesia dan kaitannya dengan Wawasan Nusantara)

a. Setelah mengikuti sejarah lahirnya azas negara nusantara yang dimulai dengan Deklarasi Juanda di tahun 1957 dan mengikuti perkembangan selanjutnya hingga diundangkannya Undang - Undang No. 4 Prp., tahun 1960, kiranya baik untuk dijelaskan arti daripada azas negara kepulauan ini.

Selain penting dari sudut pertahanan dan politik, azas negara kepulauan, yang dengan Undang - Undang No. 4 Prp., 1960 telah menjadikannya kenyataan bagi Negara Republik Indonesia, mempunyai arti penting pula dipandang dari sudut ekonomi. Dengan menyatakan kedaulatannya atas segala perairan yang terdapat disekitar dan diantara pulau - pulau Indonesia, kita telah dengan sekaligus menyatakan bahwa segala kekayaan alam baik mineral, hayati maupun nabati menjadi milik nasional kita. Termasuk pula dalamnya energi baik yang merupakan kekayaan alam (mineral resource) seperti minyak dan gas bumi maupun energi yang mungkin dibangkitkan oleh tenaga alam.

Azas negara kepulauan ini juga memberikan dasar atau landasan yang kuat bagi kebijaksanaan perhubungan dan pengangkutan nasional Indonesia, baik di laut dengan memberikan dukungan fisik yang jelas pada prinsip "cabotage", maupun pengangkutan dan perhubungan udara.

Kesatuan antara pulau - pulau dan laut disekitarnya yang dinyatakan oleh azas nusantara ini dan pengakuan kesatuan yang hakiki antara kehidupan di darat dan di laut di kepulauan nusantara yang terkandung didalamnya, memberikan yang sangat kuat pada kebijaksanaan nasional Indonesia tentang pengelolaan lingkungan laut nusantara.

b. Azas nusantara yang mendasari azas negara kepulauan ini penting bagi pemeliharaan keutuhan dan persatuan ABRI dan telah banyak membantu pimpinan ABRI dan pimpinan negara dipertengahan kedua tahun enampuluhan untuk mengatasi kecenderungan angkatan - angkatan untuk menempuh jalan sendiri masing - masing sebagai akibat perkembangan politik dalam negeri yang kritis pada waktu itu. Tekad persatuan dan kesatuan bangsa yang mendasari azas nusantara, ternyata memberikan sumbangan yang besar bagi upaya mengatasi bahaya perpecahan yang timbul waktu itu karena angkatan - angkatan yang menempuh jalannya sendiri - sendiri, dengan wawasannya masing - masing. Krisis ini dapat diatasi dan lahirlah Wawasan Nusantara dengan ABRI yang bersatu padu dan berintegrasi.

Dari uraian diatas jelas kiranya betapa penting artinya azas negara nusantara ini bagi segala segi kehidupan negara dan bangsa kita. Karenanya tidaklah mengherankan apabila MPR di tahun 1973 telah menetapkan Wawasan Nusantara sebagai wawasan yang menghayati pembangunan nasional dalam segala seginya : politik, ekonomi, sosial budaya, maupun hankam.

c. Apabila dinyatakan apa kaitannya antara azas nusantara, yang dalam hukum laut internasional berwujud dalam konsepsi negara kepulauan atau konsepsi negara nusantara (negara kepulauan Indonesia), dan Wawasan Nusantara maka jawabannya adalah suatu konsepsi negara nusantara merupakan terutama suatu konsepsi kewilayahan nasional, sedangkan wawasan nusantara merupakan suatu cara pandang kesatuan politik daripada bangsa dan negara yang mencakup kenyataan geografi wilayah negara sebagai suatu negara kepulauan. Dapat juga dikatakan bahwa pengertian kesatuan tanah dan air yang terkandung dalam konsepsi negara nusantara merupakan wadah fisik bagi pengembangan wawasan nusantara.

Munculnya azas nusantara ini sebagai konsepsi negara kepulauan dalam hukum laut dan tumbuh bekembangnya konsepsi negara kepulauan sebagai perwujudan azas nusantara ini merupakan suatu peristiwa sejarah yang kelahirannya terdorong oleh kebutuhan politik waktu itu, karena itu tidak salah kiranya untuk memandang kebijaksanaan dan langkah - langkah yang ditempuh oleh Indonesia sejak tahun 1957 itu sebagai tindakan politik.

d. Arti konsepsi nusantara sebagai manifestasi pemikiran politik Indonesia telah dimantapkan dengan ditetapkannya Wawasan Nusantara sebagai dasar pokok daripada pelaksanaan GBHN dalam Ketetapan MPR No. IV Tahun 1973. Ditetapkannya wawasan nusantara yang antara lain menekankan pada prinsip kesatuan wilayah, bangsa dan negara yang memandang Indonesia sebagai suatu kesatuan yang meliputi tanah (darat) dan air (laut) secara tidak terpisahkan, merupakan tahapan terakhir daripada perkembangan konsepsi nusantara yang dimulai sejak akhir tahun 1957.

Kiranya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dengan demikian usaha atau perjalanan bangsa Indonesia menemukan identitasnya kembali telah terlaksana. Hakekat kesatuan darat (tanah) dan laut (air) ini sebenarnya telah lama ada dalam kesadaran bangsa Indonesia. Hal ini tercermin dalam kata "tanah air", suatu istilah atau ungkapan yang tidak terdapat dalam bahasa lain.

Dilihat dari sudut ketatanegaraan ketetapan MPRS tersebut menguatkan apa yang sejak lahir tahun 1957 menjadi kebijaksanaan negara Republik Indonesia di bidang kewilayahan negara, khususnya wilayah perairannya, dan telah diundangkan sejak tahun 1960 (Undang - Undang No. 4 Prp., tahun 1960).

Wawasan Nusantara dalam pembangunan nasional

a. Perpaduan antara konsep ruang dan kesatuan memberikan implikasi bahwa Negara RI di dalam kesemestaannya merupakan kesatuan yang utuh ; dan ancaman terhadao satu kawasan laut akan diartikan sebagai ancaman nyata terhadap seluruh wilayah negara RI. Karena itulah pengukuhan internasional terhadap Azas Negara Kepulauan melalui Konvensi Hukum Laut adalah sangat kritis.

Wilayah nasional suatu negara merupakan modal dasar kodrati yang perlu didaya-gunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan dan keamanan bangsa. Kemajuan teknologi, berkurangnya sumber daya alam serta pertambahan jumlah penduduk telah menjadikan ruang dunia terasa relatif semakin sempit, sedangkan dilain pihak dirasakan pula bahwa politik kekuasaan negara maju sebaliknya semakin bersifat global. Karena itu setiap bangsa berusaha menjadikan wilayah nasionalnya masing - masing suatu ruang hidup yang mampu mendukung kepentingan nasionalnya, dimana perbatasan wilayah nasional tidak hanya mempunyai dimensi politik dan hukum semata - mata tetapi juga mempunyai dimensi ekonomi dan budaya bangsa.

Menyempitnya ruang dunia sebagaimana diuraikan diatas membuat aspek wilayah menjadi faktor yang makin penting didalam pembentukan posisi kekuasaan maupun politik kekuasaan yang mampu menjamin tegaknya kedaulatan, integritas wilayah serta kesatuan dan persatuan bangsa.

b. Wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia, merupakan inti dasar budaya bangsa Indonesia yang dilandasi oleh falsafah Pancasila serta kondisi dan posisi geografi wilayah Indonesia yang menentukan pola pikir dan tata laku bangsa dalam mewujudkan kehidupan nasional yang dikembangkan dengan menumbuhkan rasa tanggung jawab atas pemanfaatan lingkungannya. Dilain pihak Wawasan Nusantara, sebagai konsepsi geo-politik bangsa dan negara Indonesia dikembangkan untuk menegakkan kekuasaan guna melindungi kepentingan nasional serta merentangkan hubungan internasional dalam upaya ikut menegakkan ketertiban dunia.

Wawasan Nusantara mendasari dinamika bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional sebagaimana digariskan dalam Pembukaan UUD’45 yaitu :

di bidang politik, pertahanan dan keamanan : mempertahankan kemerdekaan dan menjamin kelanjutan kehidupan bangsa dan negara dan turut serta menegakkan perdamaian dunia ;

di bidang ekonomi : memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial, dan

di bidang sosial budaya : mencerdaskan kehidupan bangsa

Berdasarkan Wawasan Nusantara yang telah saya jelaskan sejarah kelahiran, pertumbuhan (evolusi) serta artinya diatas itulah akan diusahakan suatu pendekatan terhadap kebudayaan nasional Indonesia berdasarkan Wawasan Nusantara.

Sebelum saya akhiri uraian mengenai wawasan nusantara sebagai pengertian persatuan dan kesatuan bangsa yang disesuaikan dengan kenyataan geografi Indonesia sebagai negara kepulauan, perlu dikemukakan bahwa tidak kurang pentingnya dalam proses pertumbuhan dan perkembangan wawasan nusantara ini adalah bertambah sempurnanya hubungan pengangkutan (transportation) dan komunikasi (communication) antar pulau yang telah berlangsung dari tahun ke tahun dan bagi sistim komunikasi antar pulau mencapai titik puncaknya dengan diadakannya komunikasi satelit domestik Indonesia yang melengkapi sistim komunikasi yang ada hingga waktu itu.

Adanya tekad bangsa Indonesia menjadi suatu bangsa walaupun hidup berserak di atas pulau - pulau yang beribu - ribu jumlahnya dan berbeda suku, ditambah dengan sistim alat perhubungan dan komunikasi yang memungkinkan yang berserakan itu menjadi satu dalam kenyataan menyebabkan bahwa nusantara merupakan suatu kenyataan dimana ia lebih daripada sekedar kumpulan daripada pelbagai suku bangsa yang berdiam dipelbagai pulau belaka.

Kesatuan (entity) inilah yang diikat oleh ideologi dan falsafah yang sama dan didorong oleh tekad untuk terus langsung hidup sebagai suatu bangsa dan negara yang dimaksudkan dengan nusantara.

IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA

Apabila kita memahami uraian dalam halaman - halaman terdahulu mengenai Wawasan Nusantara, kiranya akan jelas bahwa ia merupakan suatu konsep tentang kesatuan nasional bangsa Indonesia yang disatu pihak menunjukkan perlu adanya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang bertempat tinggal disuatu negara terdiri dari beribu - ribu pulau yang berserakan di khatulistiwa bagian timur ini, tetapi dipihak lain memperlihatkan kepekaan dan ketoleransi yang sangat tinggi terhadap kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi yaitu bahwa bangsa Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa dengan tradisi, seni budaya bahkan dengan bahasa yang berlainan.

Keaneka ragaman budaya berbagai suku yang hidup di Indonesia ini digambarkan dengan motto yang kita miliki yaitu BHINEKA TUNGGAL IKA. Adanya keaneka ragaman dalam seni budaya tidak menghalangi terwujudnya cita - cita satu bangsa dan satu negara. Dengan perkataan lain didalam kehidupan budaya bangsa kita wawasan nusantara sudah dilaksanakan dengan nyata. Wawasan nusantara itu diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia yang walaupun beraneka ragam budayanya dan hidup tersebar diantara beribu - ribu pulau di nusantara tetap melaksanakan tekadnya untuk hidup bersatu sebagai satu bangsa yaitu bangsa Indonesia. Untuk memantapkan keanekaragaman kehidupan budaya dalam persatuan dalam bangsa ini, Yayasan Nusantara Jaya dengan kerja sama dengan Departemen P & K, Dirjen Kebudayaan setiap tahun menyelenggarakan lokakarya orang - orang yang bekerja dalam permuseuman. Mereka mengadakan pertemuan untuk lebih mendalami lagi dan meningkatkan kemahiran dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan kemuseuman termasuk aspek - aspek administrasi dan manajemen museum.

Ternyata pertemuan dan lokakarya ini dirasakan sebagai sesuatu yang bermanfaat oleh kalangan permuseuman. Hasilnya nampak dengan kemajuan dengan adanya staff permuseuman yang akhir - akhir ini menampakkan kemajuan dengan adanya staff permuseuman yang sudah terlatih dalam administrasi, manajemen dan aspek - aspek tehnis dalam permuseuman yang modern. Dapat dikatakan bahwa didalam hal kebudayaan wawasan nusantara sudah tidak menjadi masalah lagi, karena adanya kepekaan terhadap dan kebanggaan akan seni kebudayaan daerah ini.

Apabila mengenai pengembangan budaya nasional berdasarkan wawasan nusantara tidak ada permasalahan karena pengembangan seni budaya wawasan nusantara itu cukup memperhatikan dan memberi peluang pada aspirasi dan manifestasi budaya daerah, persoalannya agak lain dengan perkembangan ekonomi kawasan Indonesi Timur. Masalahnya adalah bahwa kawasan Indonesia Timur itu walaupun cukup kaya dengan kekayaan alam seperti barang tambang (mineral), kayu berbagai jenis yang baik bisa dipakai sebagai bahan bangunan atau bahan bagi industri perkayuan lainnya seperti alat rumah tangga (furniture), bahkan sebagai bahan mentah pembuatan kertas (pulp) serta kekayaan hayati dan nabati laut (perikanan berbagai jenis termasuk mutiara), namun dilain pihak terdapat kendala - kendala yang masih perlu diatasi yaitu belum adanya atau berkembangnya infra struktur yang diperlukan untuk pengolahan segala kekayaan alam itu baik yang merupakan energi sebagai sumber tenaga listrik maupun infra struktur bagi sistim transportasi yang bisa menjadikan kawasan bagian timur ini menjadi satu satuan atau bagian Indonesia yang hidup dan berkembang secara ekonomis.

Saya tidak akan bicara secara rinci mengenai ketiga bidang kekayaan alam ini yaitu kekayaan mineral, kekayaan perkayuan dan kekayaan perikanan karena sudah ada masing - masing ahlinya yang akan membahasnya dalam Sarasehan ini.

Saya hanya ingin menekankan perlu dan pentingnya perkembangan prasarana atau infra struktur yang dikawasan timur Indonesia berarti tidak saja sistim atau jaringan jalan raya tetapi juga sistim dan jaringan perhubungan laut. Kita mengetahui bahwa Pemerintah sudah banyak mengeluarkan tenaga, pikiran dan dana untuk mengembangkan pengangkutan laut di kawasan timur Indonesia ini, baik dengan pengembangan pelayaran antar pulau yaitu pengangkutan laut yang menghubungkan pulau - pulau terbesar atau kumpulan pulau yang terpenting atau dengan menyediakan kapal - kapal perintis. Karena membangun armada antar pulau dan perintis ini selain memakan biaya yang besar juga sumber daya manusia yang tidak kecil, mungkin kemajuan yang ada dirasakan agak lambat, namun setelah beberapa tahun berusaha keadaannya kini sudah lebih baik.

Mengenai keadaan jaringan jalan didarat, inipun sangat besar biayanya. Pemerintah selain sedang membangun jalan lintas utara - selatan di Irian Jaya sepanjang perbatasan dengan APBN (Dep. P. U.) ditambah dengan APBD, juga membantu membangun jaringan jalan dengan mewajibkan investor asing besar membangun infra struktur berupa jalan darat seperti dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia. Masalah lain akhir - akhir ini mendapat sorotan tajam adalah pengaturan pembuangan limbah perusahaan tambang dimana sekarang PT. Freeport Indonesia atas desakan opini publik telah atau sedang mengadakan perbaikan - perbaikan setelah ternyata bahwa kecaman - kecaman yang dilancarkan itu ada kebenarannya. Karena masih kurangnya prasarana berupa jalan atau jaringan jalan yang memungkinkan transportasi bahan - bahan dan hasil industri dengan cepat dan murah pembangunan industri perkayuan di pulau Irian misalnya tidak bisa dilakukan dengan segera atau dalam waktu singkat. Keharusan menyediakan infra struktur itu menjadi kendala bagi banyak perusahaan calon investor asing karena perhitungan demikian tentu harus masuk didalam perhitungan ekonomi sebagai komponen biaya.

Sektor perikanan juga merupakan satu sektor yang sangat potensial tetapi belum bisa dikembangkan secara maksimal karena faktor - faktor yang kurang lebih sama dengan sektor mineral dan sektor lainnya yaitu kurang tersedia sarana dan sumber daya manusia, walaupun dalam sektor perikanan persoalan sumber daya manusia ini sebenarnya cukup tersedia. Perihal sarana berupa kapal nelayan, sekarang sudah nampak titik terang dengan adanya deregulasi dibidang perikanan laut ini, yang telah menghilangkan beberapa kendala yang tadinya ada yaitu perihal izin pelayaran bagi kapal nelayan dan kemudahan untuk membeli kapal nelayan dari luar negeri, baik yang baru maupun yang bekas pakai.

Mudah - mudahan deregulasi dibidang perikanan ini akan nampak hasilnya dalam waktu tidak terlalu lama dalam bentuk peningkatan persentase ikan dilaut yang dapat ditangkap dan yang lebih penting lagi yang diekspor langsung kenegara konsumen. Jadi sebenarnya hari depan kawasan timur Indonesia cukup cerah apabila usaha dan upaya pembangunan dilakukan dengan tepat dengan berdasarkan konsep Wawasan Nusantara yaitu yang mengharuskan pendekatan yang disesuaikan dengan kenyataan negara kita sebagai negara kepulauan yang berserakan didaerah laut yang luas yang harus kita ubah dari unsur yang memisahkan pulau - pulau menjadi unsur yang menyatukan pulau. Satu hal yang hanya dapat dilakukan dengan meningkatkan potensi kita sebagai bangsa bahari yaitu bangsa yang mampu melihat halnya dengan transportasi didarat. Karena demikianlah kenyataan geografi did

[1]oleh : Mochtar Kusuma - Atmadja

disampaikan pada peringatan Sarasehan Syukuran Makassar Serui (SSMS96) di Ujung Pandang , 30 Juli 1996, dalam rangka mengenang 50 tahun pembuangan ketujuh tokoh pergerakan kebangsaan Makassar ke Serui, Yapen, Irian Jaya oleh penjajah Belanda

Tidak ada komentar: