ANALISA
PERBUATAN PELAKSANAAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN BERDASARKAN TEORI VAN HAMMEL,
SIMONS, DUYNSTEE, DAN
Prof. MULYATNO
A)
Mirip dengan kasus pertama di atas ialah keputusan pengadilan Negeri Cirebon
No.
519/Pid/63 tertanggal 31 Desember 1963.
Kasus
:
Pada malam hari sekitar jam 00.45 tanggal 3 Nopember
1963, ber-
tempat tinggal di sungai Bondet daerah pesisir
Cirebon Utara, A bin K
(terdakwa) karena rasa dendam bermaksud
membakar perahu milik Haji
Dachlan yang sedang ditempatkan di sekitar sungai.
Untuk melaksanakan
maksudnya itu, terdakwa telah menyiapkan
jerawi dan botol berisi bensin
yang diletakkan dalam perahu itu. Akan tetapi
sebelum terdakwa sempat menyalakan api,
lebih dahulu telah diketahui oleh L bin P (saksi) yang ke
betulan saat itu berada dekat tempat kejadian,
sehingga perbuatan ter
dakwa dapat digagalkan.
Putusan
pengadilan : Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana percobaan pem
bakaran
perahu (Pasal 53 jo 187 KUHP) dan dipidana 6 bulan penjara potong
tambahan.
Analisa
:
Menurut
pendapat VAN HAMEL ternyata permulaan
pelaksanaan adanya kepastian niat untuk melakukan kejahatan, jadi yang
dipentingkan atau dijadikan ukuran oleh VAN HAMEL ialah telah ternyata adanya
sikap batin yang jahat dan berbahaya dari si pembuat. Ini merupakan teori
subjektif, dan pada kasus percobaan tersebut dinyatakan bahwa “A bin K
(terdakwa ) karena rasa dendam bermaksud membakar perahu milik haji dachlan”. Ajaran
hukum pidana yang lebih baru yang bertujuan memberantas kejahatan sampai ke akar-akarnya.
Menurut
pendapat SIMONS menyatakan bahwa perbuatan A bin K baru merupakan perbuatan
persiapan karena belum nyata-nyata merupakan pelaksanaan untuk melakukan pembakaran
perahu milik H. Dachlan. Ini merupakan teori objektif – materiel. Teori objektif-
materiel tersebut menitik beratkan pada sifat berbahayanya perbuatan terhadap
kepentingan/ benda hukum, contoh benda hukum tersebut ialah menghilangkan
barang atau nyawa orang lain.
Menurut
pendapat duynstee bahwa menurut pendapatnya terdakwa A bin K telah mulai dengan
perbuatan pelaksanaan pembakaran.Alasan lain yang di kemukakan adalah :
Semua
perbuatan terdakwa saling berhubungan dan memenuhi rumusan delik.
Perbuatan
yang menimbulkan akibat tanpa adanya perbuatan lain berarti jika tiap perbuatan
pelaksanaan akan menimbulkan akibat terlarang,maka perbuatan pelaksanaan hanya
ada pada percobaan apa saja.Ini tidak tepat karena di dalam teori di kenal
adanya percobaan yang tidak lengkap.
Menurut
pendapat Prof.Mulyatno mengemukakan jika di tinjau dengan ukuran yang di
sarankan,maka mengenai syarat pertama tidak perlu di ragukan lagi adanya,secara
potensial apa yang telah di lakukan terdakwa mendekatkan pada kejahatan yang di
tuju,mengenai syarat yang kedua bahwa yang di tuju menimbulkan kebakaran telah
wajar,syarat yang ketiga bahwa yang dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan
melawan hukum.Jadi,karena ketiga syarat sudah di penuhi,terdakwa telah
melakukan
delik
percobaan yang di tentukan dalam pasal 53 jo pasal 187 KUHP dan merupakan teori
campuran.
B)
Putusan pengadilan negeri Cirebon
No.215/Pid/77 tanggal 5 Agustus 1977.
Kasus
:
pada
tanggal 22 Juli 1977 sekitar jam 14.00 bertempat pada Kade Bahari kompleks
pelabuhan Cirebon,J bin S (terdakwa) dengan mempergunakan sebuah tang mencabut
paku-paku peti berisi onderdil / sparepart mesin-mesin.Ketika peti sudah rusak
dan baru akan mengeluarkan isinya,diketahui oleh polisi pelabuhan dan kemudian
di tangkap.
Putusan
Pengadilan :
Terdakwa
dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana percobaan pencurian (pasal 53 jo
362 KUHP).
Analisa
:
·
Menurut VAN HAMEL dalam
hal ini sudah dikatakan pada perbuatan pelaksanaan karena terdakwa J bin S
telah menggunakan tang untuk mencabut paku-paku yang berisi onderdil/sparepart
mesin-mesin.Hal ini merupakan teori subjektif
karena terdakwa mempunyai sikap batin atau watak yang berbahaya dari si
pembuat.
·
Menurut SIMONS
merupakan perbuatan persiapan,karena belum mulai melakukan perbuatan seperti
yang disebut dalam rumusan delik (pencurian) yaitu ”mengambil barang” dan
perbuatan tersebut menitik beratkan pada sifat berbahayanya.Perbuatan terhadap
kepentingan atau benda hukum yang disebut teori objektif-material,maka menurut
SIMONS perbuatan terdakwa belum merupakan perbuatan pelaksanaan tetapi baru
perbuatan persiapan,karena untuk mencabut paku-paku peti berisi onderdil atau
sparepart mesin-mesin itu masih di perlukan perbuatan lainnya.
·
Menurut DUYNSTEE
merupakan teori objektif –formil,yang menitik beratkan sifat berbahannya
perbuatan itu terhadap kata hukum,bahwa suatu delik merupakan suatu rangkaian
dari perbuatan yang terlarang yang dilakukan oleh terdakwa.Dengan demikian
apabila terdakwa melakukan perbuatan percobaan,berarti ia telah melakukan
sebagian dari rangkaian delik yang terlarang itu.Ini berarti telah membahayakan
tata hukum.
·
Menurut Prof.Mulyatno
dapat di masukan dalam golongan penganut teori campuran.Menurut rumusan delik
percobaan dalam pasal 53 KUHP mengandung 2 inti,yaitu :
a) Subjektif yang merupakan terdakwa telah mempunyai niat
untuk melakukan kejahatan tersebut.
b) Objektif
yang merupakan telah memulai pelaksanaan tetap tidak selesai seperti yang di
lakukan terdakwa,yaitu mencabut paku-paku peti berisi onderdil atau sparepart
mesin-mesin itu masih di perlukan.Dengan demikian menurut beliau dalam percobaan
tidak mungkin di pilih salah satu diantara teori objektif dan subjektif.
C)
Menurut VAN HAMMEL yaitu teori subjektif,menurut teori ini dasar patut
dipidananya percobaan terletak pada sikap batin atau watak yang berbahaya dari
si pembuat.Dalam kasus ini terdakwa mempunyai sikap batin yang berbahaya.
Terdakwa
sudah mempunyai niat untuk membakar toko tersebut dan dikatakan ada perbuatan
pelaksanaan yaitu terdakwa telah membakar toko tersebut dengan adanya
·
Menurut DUYNSTEE dalam
teori objektif-formil yaitu terdakwa telah melakukan percobaan berarti ia telah
melakukan sebagian rangkaian delik yang terlarang dan telah membahayakan tata
hukum.
·
Menurut SIMONS yaitu
teori objektif-material yaitu yang menitik beratkan pada sifat berbahaya
perbuatan terhadap kepentingan atau benda hukum dan merupakan akibat.pebuatan
yng dilakukan terdakwa pada delik formil sudah merupakan pelaksanaan dengan
membakar toko itu dengan sudah menyalakan
korek api dan mulai
membakarnya.Sedangkan pada delik material,dapat menimbulkan akibat yang
dilarang oleh undang-undang tanpa memerlukan perbuatan lain.
·
Menurut Prof.mulyatno
yaitu pada kongres persahi II di Surabaya tahun 1964 yang telah di rumuskan
yang mencantumkan secara tegas adanya unsur niat dan perbuatan yang di lakukan
oleh terdakwa tidak selesai,tidak selesainya perbuatan bukan karena warga
mengetahuinya,tetapi jadi ada pengunduran sukarela.Hal ini tidak termasuk dalam
arti pokok delik percobaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar