Senin, 14 Januari 2013

Analisis Kasus Korupsi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Terdakwa Taswin Zein

Analisis Kasus Korupsi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dengan Terdakwa Taswin Zein


Disposisi Kasus Korupsi

            Kasus dugaan korupsi di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan terdakwa Taswin Zein. Taswin mengaku, dalam proyek penunjukkan langsung PT. Gita Vidya Hutama, ada rekomendasi dari atasannya agar memilih perusahaan menantu Fachmi Idris tersebut. Fachmi Idris pun ikut memberikan disposisi. "Ada rekanan yang merupakan titipan menantu Menakertrans, tolong dibantu kata Pak Bahrun (atasan Taswin), Direktris PT Gita Vidya Hutama, Ines Wulanari memberi uang pada Pak Taswin sebesar 867 juta dengan cara overbooking pada perusahaan. Taswin didakwa telah melakukan penggelembungan dana pengembangan sistem pelatihan dan pengadaan alat berat bengkel senilai Rp 15 miliar dan peningkatan pelatihan pemagangan senilai Rp 35 miliar pada tahun 2004. Akibat tindakannya itu, negara dirugikan sebesar Rp 13 miliar.
Taswin Zein bersaksi bahwa dirinya diperintah Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Tjepy F Aloewie terkait penunjukkan langsung mengenai tender proyek yang merugikan negara sebesar Rp13 miliar. Taswin yang merupakan mantan pimpinan proyek (Pimpro) pengadaan peralatan balai latihan kerja (BLK) pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) itu mengaku, dirinya berani menandatangani surat penunjukan langsung kepada para rekanan karena sudah ada nota dinas dari Dirjen kepada Menakertrans.
            Perlu diketahui, proyek tersebut seharusnya melalui lelang. Namun terdakwa membuat usulan agar dilakukan penunjukan langsung melalui Kirnadi, selaku Dirjen PPTKDN/Binapendagri untuk mengajukan nota dinas permohonan izin prinsip penunjukan langsung. Taswin saat ini telah menjadi terpidana atas kasus yang sama. Dia divonis empat tahun penjara, lebih lama dari tuntutan JPU yang hanya 2,5 tahun. Ini disebabkan, sebagai aparatur negara, terdakwa tidak mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi dengan melakukan penunjukan langsung terhadap lima rekanan dalam proyek pengadaan peralatan balai latihan kerja (BLK) pada Depnakertrans. Akibat perbuatannya itu, negara dirugikan Rp13 miliar.


Analisis Kasus

            Kalau saya menilai bahwa kasus diatas adalah kasus penyalahgunaan wewenang jabatan Pengawai negeri yang mana taswin yang merupakan pimpinan proyek pengadaan peralatan balai latihan kerja (BLK) pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), yang mana seharusnya proyek tersebut dilakukan secara lelang akan tetapi dilakukannya secara penunjukan sacara langsung kepada salah satu PT. Gita Vidya Hutama, yang mana sebelumnya direktris dari perusahaan tersebut memberikan uang sebesar 867 juta dengan cara overbooking pada perusahaan. Dengan diterimanya uang tersebut oleh Taswin ini berate telah terjadi tindak pidana korupsi yang tersangkut dengan suap terkait dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, berbunyi
(1)  dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.0000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a.    memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b.    memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan suatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2)  Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Dari bunyi pasal 5 diatas tersebut maka taswin tesangkut dengan pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, sedangkan dalam hal direktris dari PT. Gita Vidya Hutama tersangkut dengan pasal 5 ayat (1) huruf a.

Tidak ada komentar: