Analisis Kasus Korupsi Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
dengan Terdakwa Taswin Zein
Disposisi Kasus Korupsi
Kasus dugaan korupsi di Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan terdakwa Taswin Zein. Taswin mengaku,
dalam proyek penunjukkan langsung PT. Gita Vidya Hutama, ada rekomendasi dari
atasannya agar memilih perusahaan menantu Fachmi Idris tersebut. Fachmi Idris
pun ikut memberikan disposisi. "Ada rekanan yang merupakan titipan menantu
Menakertrans, tolong dibantu kata Pak Bahrun (atasan Taswin), Direktris PT Gita
Vidya Hutama, Ines Wulanari memberi uang pada Pak Taswin sebesar 867 juta
dengan cara overbooking pada perusahaan. Taswin didakwa telah melakukan
penggelembungan dana pengembangan sistem pelatihan dan pengadaan alat berat
bengkel senilai Rp 15 miliar dan peningkatan pelatihan pemagangan senilai Rp 35
miliar pada tahun 2004. Akibat tindakannya itu, negara dirugikan sebesar Rp 13
miliar.
Taswin Zein bersaksi bahwa dirinya diperintah Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Tjepy F Aloewie terkait penunjukkan langsung mengenai tender proyek yang merugikan negara sebesar Rp13 miliar. Taswin yang merupakan mantan pimpinan proyek (Pimpro) pengadaan peralatan balai latihan kerja (BLK) pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) itu mengaku, dirinya berani menandatangani surat penunjukan langsung kepada para rekanan karena sudah ada nota dinas dari Dirjen kepada Menakertrans.
Taswin Zein bersaksi bahwa dirinya diperintah Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Tjepy F Aloewie terkait penunjukkan langsung mengenai tender proyek yang merugikan negara sebesar Rp13 miliar. Taswin yang merupakan mantan pimpinan proyek (Pimpro) pengadaan peralatan balai latihan kerja (BLK) pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) itu mengaku, dirinya berani menandatangani surat penunjukan langsung kepada para rekanan karena sudah ada nota dinas dari Dirjen kepada Menakertrans.
Perlu diketahui, proyek tersebut
seharusnya melalui lelang. Namun terdakwa membuat usulan agar dilakukan
penunjukan langsung melalui Kirnadi, selaku Dirjen PPTKDN/Binapendagri untuk
mengajukan nota dinas permohonan izin prinsip penunjukan langsung. Taswin saat
ini telah menjadi terpidana atas kasus yang sama. Dia divonis empat tahun
penjara, lebih lama dari tuntutan JPU yang hanya 2,5 tahun. Ini disebabkan,
sebagai aparatur negara, terdakwa tidak mendukung pemberantasan tindak pidana
korupsi dengan melakukan penunjukan langsung terhadap lima rekanan dalam proyek
pengadaan peralatan balai latihan kerja (BLK) pada Depnakertrans. Akibat
perbuatannya itu, negara dirugikan Rp13 miliar.
Analisis Kasus
Kalau saya menilai bahwa kasus diatas
adalah kasus penyalahgunaan wewenang jabatan Pengawai negeri yang mana taswin
yang merupakan pimpinan proyek pengadaan peralatan balai latihan kerja (BLK)
pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), yang mana
seharusnya proyek tersebut dilakukan secara lelang akan tetapi dilakukannya
secara penunjukan sacara langsung kepada salah satu PT. Gita Vidya Hutama, yang
mana sebelumnya direktris dari perusahaan tersebut memberikan uang sebesar 867
juta dengan cara overbooking pada perusahaan. Dengan diterimanya uang tersebut
oleh Taswin ini berate telah terjadi tindak pidana korupsi yang tersangkut
dengan suap terkait dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, berbunyi
(1) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.0000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
a. memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
atau
b. memberi
sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan
dengan suatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dari bunyi pasal 5 diatas tersebut maka taswin tesangkut dengan pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, sedangkan dalam hal direktris dari PT. Gita Vidya Hutama tersangkut dengan pasal 5 ayat (1) huruf a.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar